Langsung ke konten utama

Penyesalan


Kata sang guru bahwa dalam satu tangkai padi pun ada yang tidak berisi. Jadi bersabarlah pesannya. Itulah hari dimana aku tidak dapat membendung cerita lagi. Bagaimana ia membantah orang tua dan membuat air mata ibu berderai setiap malam. Aku bisa apa?

Aku memilih mendiamkan adik. Rasa marah terlalu besar sehingga menahan lidah untuk sekedar menyapa. Salah yang bertambah-tambah setiap hari. Bagaimana pula hati ini dapat memaafkannya. Ibunya adalah ibuku juga. Siapa yang tega melihat air mata ibu setiap hari.

Bertahun-tahun tanpa ada perubahan. Bergadang setiap malam, bolos sekolah, berkelahi dan ikut tawuran, badan penuh tato dan kerjanya hanya meminta uang. Uang dan uang, serta harus ada. Jika ibu berkata tidak punya uang, maka bersiaplah perang dunia di rumah. Lelah hati dan pikiran membuat raut wajah ibu semakin cepat menua.

Kapan sadarnya? Aku berpikir sampai kapan adik akan berubah. Menunggu masa itu terasa sangat melelahkan. Pernah anak didikku berkata jika aku mempunyai adik yang seorang preman. Bahkan orang banyak tidak percaya jika adik memiliki keluarga yang sempurna. Ayah, ibu, kakak dan adik yang hidup sederhana dan terdidik dengan baik. Apakah ini ujian keluarga.

Hari berganti, sekolah hingga kuliah yang tak selesai, adik belum berubah. Ayah pun telah berpulang ke sisi Allah. Namun adik masih sama, malah menjadi-jadi. Tidak ada lagi orang yang dipandangnya. Dialah satu-satunya lelaki penguasa rumah. Dan akupun semakin hilang harapan.

Sampai hari itu tiba, ketika ibu sakit keras. Orang satu-satunya yang selalu membelanya tidak sadarkan diri. Orang yang selama ini memberikan kasih sayang penuhnya sudah tidak dapat berkata lagi. Hanya ada tatapan kosong. Saat itulah aku melihatnya tersungkur menangis. Diam dan menatap ibu dengan penuh penyesalan. Tidak ada kata, tetapi air matanya yang tak kunjung reda. Adik terlihat bingung dan sangat ketakutan. Takut kehilangan orang satu-satunya yang masih menyanyanginya dan yang selalu berdiri di garda terdepan sebagai pembelanya.

Di titik itu rasa kasihan menghinggapiku. Kalimat pertama setelah sekian lama tertahan akhirnya keluar dari lisanku.
“Sholat dan do’akan ibu. Hanya itu yang bisa kita lakukan saat ini.” Ujarku lirih.
Adik diam, lalu perlahan ia beranjak dan menuju mushola rumah sakit. Adik sholat, dan kemudian dia hanya duduk bermunajat sambil berderai air mata, lama. Kejadian itu sangat memukul hatinya. Setelah sekian lama ia tidak sholat, hari ini adik mulai mengingat Allah.

Ya, ternyata inilah titik balik adikku. Meskipun sakit ibu adalah ujian yang sangat berat, tetapi  Allah menjadikan sakit ibu sebagai titik keinsyafan untuk adik. Ia mulai berubah. Jangankan memaksa meminta uang, memaksa meminta ibu untuk berkata sepatah kata saja tidak bisa. Adik berubah. Sorot matanya tidak sekeras dulu lagi. Mata itu berganti sayu dan penuh penyesalan.



#17



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DENAH RUANG GURU

Sebagai warga di dalam lingkungan sekolah tentu saja pasti terlibat dalam rutinitas pekerjaan sekolah. Saya sebagai seorang guru mulai hari Senin sampai dengan Jum'at   hadir dan beraktivitas di sekolah. Menjadi tokoh pembelajaran di kelas, menyelesaikan tugas-tugas administrasi di ruang guru, kadang kala bercengkraman dengan siswa di koridor kelas ataupun di perpustakaan sekolah.  Namun mengingat padatnya jadwal mengajar, maka waktu saja banyak dibelanjakan di dalam pembelajaran. Sisa waktu, biasanya saya gunakan untuk mengoreksi tugas-tugas siswa, menyelesaikan segala administrasi guru yang sedikit. Maksudnya sedkit-sedikit diminta mengumpulkan berkas :) Nah kegiatan tersebut sering saya habiskan di ruang guru. Ruang guru adalah tempat yang nyaman untuk guru. Sayangnya bagi siswa belum tentu demikian. Siswa terkadang terlihat enggan untuk datang ke ruang guru. Misalnya siswa yang berkepentingan mengumpulkan tugas biasanya hanya menitip kepada  temannya untuk dikumpulkan

Contoh Miskonsepsi

Setiap memulai tahun pelajaran baru, saya yang biasanya mengajar di kelas X beberapa kali (jika tidak ingin disebut sering) menemui cerita yang sama. Diantaranya adalah siswa yang belum hafal perkalian. Karena untuk mempercepat proses kalkulasi selain paham konsep perkalian, siswa sangat disarankan hafal perkalian. Namun beberapa siswa masih kesulitan dalam hal ini. Selain itu, masalah operasi bilangan negatif positif juga sama. Masih saja mereka kesulitan menyelesaikannya padahal sudah menginjak kelas X di SMA. Bahkan, bila saya mengulang kembali konsep operasi bilangan. Kesalaha tetap terjadi lagi. Seolah pelajaran terdahulu mereka sulit sekali dirubah. Apa yang mereka pahami pada awal mengenal konsep operasi seringkali belum benar.  Banyak faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya adalah miskonsepsi dan atau memang belum paham konsep. Saya sangat tertarik dengan faktor miskonsepsi. Karena hal ini perlu menjadi perhatian guru. Istilah yang kadang diberikan guru akan melekat e

Klinometer

Materi trigonometri sangat menarik untuk diajarkan. Salah satunya bentuk pembelajaran yang dapat dilakukan adalah penugasan membuat klinometer. Dengan keterbukaan informasi saat ini, guru dapat dengan mudah memberikan tugas membuat klinometer. Guru cukup memberikan instruksi membuat klinometer dengan sumber informasi dari internet. Guru dapat memberikan beberapa situs yang dapat dirujuk siswa dalam membuat klinometer salah satunya di wikiHow . Guru dapat membebaskan siswa memilih untuk membuat klinometer dengan jenis tertentu. Biasanya dalam satu kelas, siswa akan membuat klinometer sebanyak tiga jenis. Beikut ini adalah contoh klinometer yang dibuat oleh siswa kelas X IPA 1 SMA Negeri 1 Koba. Model 1 Klinometer Model 1  Kelebihan   : pengamat dapat melakukan pengukuran seorang diri. Kekurangan: memerlukan penyangga atau  tempat meletakkan klinometer saat digunakan Model 2 Klinometer Model 2 Klinometer model 2 ini adalah klinometer yang paling banyak dibuat oleh