Langsung ke konten utama

Bukan Karena Kerudung


Mungkin hari itu aku berpikir akan sudah tinggal nama. Jika mengingat kembali maka aku akan kembali  bergidik dan ketakutan kembali. Jikalaulah bukan karena Allah, maka hari itu aku sudah selesai.

Ketika itu aku masih duduk di bangku SMA. Sudah menggunakan kerudung, yang kala itu hanya aku, anak guru Agama dan anak-anak keturunan Arab yang melakukannya. Masih sangat jarang, kerudung belum sepopuler sekarang. Sebutan ‘Ninja’ atau disematkan kategori sangat alim terdengar berlebihan. Toh itu kewajiban dan merupakan sehelai kain saja.

Kembali kepada cerita hari itu. Aku bersama kakak perempuanku hendak ke rumah nenek. Kami pergi dengan menaiki angkot seperti biasanya. Tidak ada yang berbeda atau firasat akan mendapatkan kejadian buruk.

Angkot melaju dengan kecepatan sedang. Mengambil posisi di kiri jalan sambil sopir tetap sigap menyisir jalan untuk mencari penumpang. Isi angkot cukup penuh, kursi belakang berisi tiga orang, di tengah empat orang termasuk kami dan di depan sopir bersama seorang penumpang. Tidak ada yang yang janggal. Semua seperti biasanya.

Sampai angkot menurunkan seorang penumpang yang menekal bel pada satu pemberhentian. Setelah penumpang itu turun, angkot kembali melaju. Namun tiba-tiba, ketika kecepatan angkot masih lambat dua orang lelaki tanggung mengejar. Mereka berteriak keras, meminta sopir berhenti. Kami, seisi penumpang kebingungan. Apa yang terjadi?

“Berhenti, keluar kalian.” Ujar kedua pemuda itu. Kemudian dilanjutkan kalimat makian yang tidak jelas terdengar. Kami semua ketakutan. Karena bukan hanya berteriak meminta berhenti dan keluar, namun mereka mengacung-acungkan sebilah parang panjang. Senjata tajam, tanda akan digunakan untuk melukai.

Aku sangat ketakutan. Karena aku duduk di posisi paling pinggir angkot, tepat di sebelah pintu keluar dengan jendela yang terbuka. Sedangkan kedua pemuda yang membabi buta mengacungkan parang itu berada tepat di sampingku, bedanya mereka berlari mengejar di luar angkot.

Nafasku tersengal, aku bisa apa. Aku harus berlari kemana. Aku tidak bisa berpikir. Keterkejutan akan kejadian yang datang tiba-tiba dengan cepat membuat aku hilang akal.

“Cepat tutup jendelanya. Pak, cepat-cepat.” Teriak seorang ibu yang duduk di samping kakak perempuanku. Ia memenrintahkanku untuk menutup jendela dan meminta sopir untuk mempercepat laju angkot.

Aku merespon dengan gemetar. Rasanya pengait untuk menutup jendela itu susah sekali ditemukan. Hitungan detik terasa menit. Akhirnya ketika aku temukan, dengan cepat saja aku naikkan penutup jendela itu. Kemudian dalam waktu bersamaan sopir sudah menekan pedal gas dengan sekuat tenaga sehingga laju angkot menderu semakin cepat.

Tidak pantang menyerah, kedua pemuda itu bertahan dengan memegangi pintu angkot. Hampir terseret angkot. Karena angkot semakin melesat, akhirnya mereka melepaskan pegangannya. Tetapi mereka masih terus mengejar  dengan sekuat tenaga. Aku dan semua penumpang masih ketakutan, dapatkah mereka mengejar kami. Akal kami tidak berpikir normal untuk memikirkan bahwa kecepatan lari mereka tidak akan mengalahkan kecepatan mesin mobil. Begitulah.

Alhamdulillah laju angkot meninggalkan kedua pemuda itu. Mereka masih berteriak kesal, mengutuk diri dan terus memaki.
“Karena kamu itu, mereka kira kamu anak IAIN. Mengapa pula kalian ini berjilbab, membuat kami akan dibunuh saja.” Ibu yang tadi memintaku menutup jendela menjelaskan ihwal kejadian barusan dengan marah.

Aku terdiam, keterkejutan akan hadirnya kedua pemuda itu ternyata belum selesai. Penjelasan akan mengapa kedua pemuda itu mengejar ternyata lebih mengejutkan. Ternyata karena sehelai kain ini, penutup kepala yang aku dan kakakku kenakan.

Rupanya saat itu telah terjadi tawuran antar instansi  Sebuah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dengan sebuah sekolah lainnya. Pemuda yang  mengejar kami adalah dari sekolah lain itu. Sedangkan aku dan kakakku diduganya sebagai mahasiswa IAIN karena kerudung yang kami kenakan.

Aku tidak menyesali kalimat ibu itu. Bagiku bukan karena kerudung ini kejadian itu terjadi. Bukan karena hijab ini yang membawa musibah. Tetapi ini adalah ujian dari Allah untuk keistiqomahan aku dan kakakku yang sudah berkerudung saat banyak yang lain belum mengenakannya.

Pun ketika kami diselamatkan oleh Allah akan musibah itu juga menjadi bentuk cintanya kepada kami. Jika bukan karena cintanya niscaya kami tinggallah nama. Apa sulitnya bagi Allah untuk membuat angkot itu tidak dapat melaju karena sopir ketakutan sehingga tidak menginjak pedal gas. Atau tanganku dibuat Allah tidak dapat meraih pengait penutup jendela sehingga kedua pemuda itu dapat menjangkauku melalui jendela. Terimakasih ya Rabb, peringatan saat itu akan selalu kuingat. Semoga diri ini tetap istiqomah. Aamiin.



#20








Komentar

Postingan populer dari blog ini

DENAH RUANG GURU

Sebagai warga di dalam lingkungan sekolah tentu saja pasti terlibat dalam rutinitas pekerjaan sekolah. Saya sebagai seorang guru mulai hari Senin sampai dengan Jum'at   hadir dan beraktivitas di sekolah. Menjadi tokoh pembelajaran di kelas, menyelesaikan tugas-tugas administrasi di ruang guru, kadang kala bercengkraman dengan siswa di koridor kelas ataupun di perpustakaan sekolah.  Namun mengingat padatnya jadwal mengajar, maka waktu saja banyak dibelanjakan di dalam pembelajaran. Sisa waktu, biasanya saya gunakan untuk mengoreksi tugas-tugas siswa, menyelesaikan segala administrasi guru yang sedikit. Maksudnya sedkit-sedikit diminta mengumpulkan berkas :) Nah kegiatan tersebut sering saya habiskan di ruang guru. Ruang guru adalah tempat yang nyaman untuk guru. Sayangnya bagi siswa belum tentu demikian. Siswa terkadang terlihat enggan untuk datang ke ruang guru. Misalnya siswa yang berkepentingan mengumpulkan tugas biasanya hanya menitip kepada  temannya untuk dikumpulkan

Contoh Miskonsepsi

Setiap memulai tahun pelajaran baru, saya yang biasanya mengajar di kelas X beberapa kali (jika tidak ingin disebut sering) menemui cerita yang sama. Diantaranya adalah siswa yang belum hafal perkalian. Karena untuk mempercepat proses kalkulasi selain paham konsep perkalian, siswa sangat disarankan hafal perkalian. Namun beberapa siswa masih kesulitan dalam hal ini. Selain itu, masalah operasi bilangan negatif positif juga sama. Masih saja mereka kesulitan menyelesaikannya padahal sudah menginjak kelas X di SMA. Bahkan, bila saya mengulang kembali konsep operasi bilangan. Kesalaha tetap terjadi lagi. Seolah pelajaran terdahulu mereka sulit sekali dirubah. Apa yang mereka pahami pada awal mengenal konsep operasi seringkali belum benar.  Banyak faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya adalah miskonsepsi dan atau memang belum paham konsep. Saya sangat tertarik dengan faktor miskonsepsi. Karena hal ini perlu menjadi perhatian guru. Istilah yang kadang diberikan guru akan melekat e

Klinometer

Materi trigonometri sangat menarik untuk diajarkan. Salah satunya bentuk pembelajaran yang dapat dilakukan adalah penugasan membuat klinometer. Dengan keterbukaan informasi saat ini, guru dapat dengan mudah memberikan tugas membuat klinometer. Guru cukup memberikan instruksi membuat klinometer dengan sumber informasi dari internet. Guru dapat memberikan beberapa situs yang dapat dirujuk siswa dalam membuat klinometer salah satunya di wikiHow . Guru dapat membebaskan siswa memilih untuk membuat klinometer dengan jenis tertentu. Biasanya dalam satu kelas, siswa akan membuat klinometer sebanyak tiga jenis. Beikut ini adalah contoh klinometer yang dibuat oleh siswa kelas X IPA 1 SMA Negeri 1 Koba. Model 1 Klinometer Model 1  Kelebihan   : pengamat dapat melakukan pengukuran seorang diri. Kekurangan: memerlukan penyangga atau  tempat meletakkan klinometer saat digunakan Model 2 Klinometer Model 2 Klinometer model 2 ini adalah klinometer yang paling banyak dibuat oleh