Langsung ke konten utama

Banyak-banyak Bersyukur


Ayah dan ibuku selalu berkata, “Banyak-banyak bersyukur.”
Kalimat itu masih terngiang sampai saat ini. Meskipun aku sudah jarang mendengarnya sekarang atau karena aku sudah mulai paham sehingga ayah dan ibu tidak mengulanginya.

Ceritanya aku lahir dari keluarga yang sangat sederhana, bahkan cenderung prihatin. Berbagai keterbatasan membuat kami, anak-anaknya, termasuk aku, menjadi sering mengeluh. Misalnya ketika sarapan pagi terhidang, maka kami sering berkomentar, “Nasi goreng terus.” Atau ketika meminta uang jajan dan tidak diberikan kami selalu kesal dan mengeluh, “Teman-teman di sekolah selalu punya uang jajan banyak.” Serta banyak lagi diberbagai kesempatan, kami selalu mengeluh.

Ayah dan ibu dengan sabar selalu mengulang nasehatnya agar kami banyak bersyukur. Ayah juga bilang untuk melihat ke bawah bukan ke atas. Ayah mengingatkan betapa banyak orang yang tidak seberuntung kami. Ada yang tidak mampu makan tiga kali sehari, tidak bisa bersekolah, tidak punya tempat tinggal atau bahkan tidak memiliki uang sama sekali.

Dulu, saat itu kami selalu kesal ketika dinasehati ayah atau ibu. Kami ingin mengecap hidup yang lebih baik. Makan makanan enak setiap hari, punya uang jajan banyak, memiliki baru baru, bisa jalan-jalan dan lain sebagainya. Semua hal yang kala itu kami tidak memilikinya. Jika kami masih belum mengerti juga maka ayah dan ibu akan kesal dan marah, akhirnya kami pun turut merajuk. Begitulah, betapa memahamkan pengertian bersyukur itu tidak mudah.

Kini, hari berganti. Kami, anak-anaknya beranjak dewasa. Mulai dapat menjalani hidup di bawah pijakan kaki sendiri. Ternyata saat berproses membangun kemandirian itu akhirnya kami mengerti, apa makna bersyukur yang dimaksudkan ayah dan ibu. Mengapa ayah dan ibu mengingatkan untuk selalu banyak-banyak bersyukur. Saat ini kami sangat paham. Apa yang kami peroleh dengan keringat sendiri saat ini rupanya sangat berharga untuk disyukuri. Allah telah memberikan berbagai nikmat sangat banyak.

Ketika mandiri, kami mengetahui betapa tidak mudahnya hidup. Banyak orang di sekitar kami yang tidak seberuntung kami. Secara zahir kami dilahirkan lengkap tanpa kurang. Kami dapat mengecap pendidikan tinggi. Betapa beruntung kami memiliki keluarga lengkap, harmonis meskipun sederhana, serta banyak lagi. Sehingga apabila kami akan menghitungnya maka kami tidak akan sanggup.

Saat ini kami perlahan mulai bersyukur dan mulai mengurangi keluhan. Kami sadar, apa yang harus dikeluhkan jika yang harus disyukurkan lebih banyak adanya.



#16



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DENAH RUANG GURU

Sebagai warga di dalam lingkungan sekolah tentu saja pasti terlibat dalam rutinitas pekerjaan sekolah. Saya sebagai seorang guru mulai hari Senin sampai dengan Jum'at   hadir dan beraktivitas di sekolah. Menjadi tokoh pembelajaran di kelas, menyelesaikan tugas-tugas administrasi di ruang guru, kadang kala bercengkraman dengan siswa di koridor kelas ataupun di perpustakaan sekolah.  Namun mengingat padatnya jadwal mengajar, maka waktu saja banyak dibelanjakan di dalam pembelajaran. Sisa waktu, biasanya saya gunakan untuk mengoreksi tugas-tugas siswa, menyelesaikan segala administrasi guru yang sedikit. Maksudnya sedkit-sedikit diminta mengumpulkan berkas :) Nah kegiatan tersebut sering saya habiskan di ruang guru. Ruang guru adalah tempat yang nyaman untuk guru. Sayangnya bagi siswa belum tentu demikian. Siswa terkadang terlihat enggan untuk datang ke ruang guru. Misalnya siswa yang berkepentingan mengumpulkan tugas biasanya hanya menitip kepada  temannya untuk dikumpulkan

Contoh Miskonsepsi

Setiap memulai tahun pelajaran baru, saya yang biasanya mengajar di kelas X beberapa kali (jika tidak ingin disebut sering) menemui cerita yang sama. Diantaranya adalah siswa yang belum hafal perkalian. Karena untuk mempercepat proses kalkulasi selain paham konsep perkalian, siswa sangat disarankan hafal perkalian. Namun beberapa siswa masih kesulitan dalam hal ini. Selain itu, masalah operasi bilangan negatif positif juga sama. Masih saja mereka kesulitan menyelesaikannya padahal sudah menginjak kelas X di SMA. Bahkan, bila saya mengulang kembali konsep operasi bilangan. Kesalaha tetap terjadi lagi. Seolah pelajaran terdahulu mereka sulit sekali dirubah. Apa yang mereka pahami pada awal mengenal konsep operasi seringkali belum benar.  Banyak faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya adalah miskonsepsi dan atau memang belum paham konsep. Saya sangat tertarik dengan faktor miskonsepsi. Karena hal ini perlu menjadi perhatian guru. Istilah yang kadang diberikan guru akan melekat e

Klinometer

Materi trigonometri sangat menarik untuk diajarkan. Salah satunya bentuk pembelajaran yang dapat dilakukan adalah penugasan membuat klinometer. Dengan keterbukaan informasi saat ini, guru dapat dengan mudah memberikan tugas membuat klinometer. Guru cukup memberikan instruksi membuat klinometer dengan sumber informasi dari internet. Guru dapat memberikan beberapa situs yang dapat dirujuk siswa dalam membuat klinometer salah satunya di wikiHow . Guru dapat membebaskan siswa memilih untuk membuat klinometer dengan jenis tertentu. Biasanya dalam satu kelas, siswa akan membuat klinometer sebanyak tiga jenis. Beikut ini adalah contoh klinometer yang dibuat oleh siswa kelas X IPA 1 SMA Negeri 1 Koba. Model 1 Klinometer Model 1  Kelebihan   : pengamat dapat melakukan pengukuran seorang diri. Kekurangan: memerlukan penyangga atau  tempat meletakkan klinometer saat digunakan Model 2 Klinometer Model 2 Klinometer model 2 ini adalah klinometer yang paling banyak dibuat oleh