Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

Menilai

“Bu, apakah bisa dikatakan munafik itu namanya?” Tanya Risma. “Sekarang ibu tanya ke Risma, munafik itu apa?” Saya malah balik bertanya kepada Risma. “Munafik itu kan cirinya ada tiga bu, satu kalau berkata dia bohong, dua kalau berjanji dia ingkar dan yang terakhir jika diberi amanah dia khianat.” Jelas Risma. “Lalu apakah Risma sudah menemukan ketiga hal itu pada diri teman   Risma yang diceritakan kepada ibu?” Kembali saya bertanya. Muka Risma terlihat bingung. Aku tahu hal itu dikarenakan Risma sudah menceritakan sejak awal ikhwal pertanyaannya tadi. Risma menceritakan bagaimana temanya berdusta ketika berbicara. Temannya juga pernah mengingkari janji, bahkan tidak menjalankan amanah yang diberikan pada suatu kali. “Maksud ibu…?” Risma mencari maksud pertanyaanku. “Iya nak, maksud ibu cukupkah dengan cerita Risma tadi sehingga menghukumi dirinya sebagai orang munafik?” Aku mencari isyarat   kepahaman di mata Risma. Risma tersenyum tipis, lalu menganggu

Jalan Hidayah Anisa

Hari ini Anisa sangat kesal. Siswa mentoring yang baru enam bulan bergabung dengan Rohis itu sedang semangat-semangatnya belajar Islam menggerutu dan bercerita dengan kening berkerut.  "Iya kan bu, hidayah itu dikejar dan ditangkap. Bukan malah sudah datang lalu dibiarkan pergi." Begitu gerutu Anisa tadi. "Sudah tahu perintah berjilbab itu ada dalam Al-Qur'an, tetapi masih saja bilang 'nanti menunggu hidayah'. Keburu kabur hidayah itu." Muka Anisa semakin berlipat. Kalimat-kalimat Anisa mengalir tanpa terbendung. Aku mendengarkan, mencoba merasakan hatinya yang bergemuruh semangat. Rupanya pemahaman Anisa akan hidayah sudah sangat baik. Gadis cantik itu mampu menjawab alasan temannya yang diingatkannya akan perintah menggunakan hijab. Menanti hidayah, kata-kata itu seringkali dijadikan alasan untuk menunda perintah.  Bukan hanya soal mengapa belum berjilbab saja. Misalnya, saat kemampuan ekonomi sudah mumpuni untuk berhaji, kata-kata

Ayah

Ayah, aku sudah hafal Al Fatihah Aku juga sudah bisa bertakbir dengan sempurna Ayah, coba letakkan secangkir gelas di atas punggungku saat rukuk Aku bisa membuatnya tidak tumpah Kakiku juga tidak sakit lagi saat duduk tasyahud Ayah, aku masih ingat kata ayah mengapa aku harus bersujud Aku harus menghilangkan kesombonganku Mukaku sama tinggi dengan telapak kaki Ayah juga bilang aku harus sholat dengan khusuk Seolah  mencabut anak panah yang tertusuk di kaki namun tetap bergeming Namun yang seperti itu aku masih belum bisa  yah Kadang malah aku ingat kunci yang hilang saat sholat Akan tetapi aku akan terus  berusaha Seperti pesan Ayah, Sholatlah seperti sholatnya Rasulullah InshaAllah aku akan bisa #5

Pedoman Hidup

“Kamusnya hidup kita adalah Al Qur’an, kalian mau mencari apa saja pasti ada di dalam Al Qur’an.” Jelas Risma. “Iya kak, bahkan masalah hutang-piutang harus dicatat juga ada kan dalam Al Quran.” Anisa menambahkan. Teman-teman lainnya mengangguk mengiyakan. “Iya ada, segala urusan hidup   kita semuanya diatur dan diarahkan dalam Al-Quran.” Terang Risma lagi. Risma menjelaskan bahwa Al-Quran adalah sumber dari segala hukum dan aturan. Al-Qur’an adalah pedoman hidup. Jika ingin sukses di dunia dan di akhirat harus mengikuti aturan dalam Al-Quran. Karena Islam itu mudah, namun tidak pula dimudah-mudahkan. Kuncinya adalah mengikuti semua pentunjuk dalam Al-Quran. Risma menambahkan, bahwa AL-Quran bukankah barang yang sangat sakral sehingga hanya disentuh setiap Ramadhan saja. Selain waktu itu hanya berdebu di dalam lemari kaca. Al-Quran memang agung, namun keagungannya berupa ayat-ayat di dalamnya, bukanlah wujud fisiknya. Maka dengan membacanya, mempelajarinya dan mengamalkan

Terimakasih Cerah

Begitulah Cerah, jarang sekali memotong cerita. Sebelum saya menjelaskan akan pertanyaannya yang mungkin muncul, seribu alasan positif sudah menunda keinginannya untuk bertanya. Cerah memilih berpikir terlebih dahulu daripada tergesa bertanya atau menghakimi. Prasangka baginya akan hilang dengan kemampuan berpikir positif.  Sosoknya sederhana, melankolis dan mudah tersentuh. Beberapa kali mendapatinya jatuh tertidur selepas shalat malamnya, membuat saya mengetahui darimana sumber prasangka baiknya. Cahaya iman terlihat terang dari setiap lisannya. Cerah tidak banyak bicara, lebih banyak mendengar dan menyimak dengan takzim. Ah, gadis yang baik. Kabar baiknya saya seperti tertarik akan magnet pada diri Cerah. Perlahan tapi pasti, Cerah menarik saya ke dalam dunianya. Saya akan menjadi malu sendiri jika terlalu banyak bicara saat bercerita padanya. Saya akan terkenang mata sayunya jika pada kesempatan berbeda sangat ingin berprasangka. Wajah sayunya membuat saya urung untuk mela

Meminta Kepada Allah

"O begitu ya bu." seloroh Aisyah mengisyaratkan paham. "Iya, coba ingat bagaimana  cara Aisyah jika akan meminta uang kepada Ayah di rumah." Saya coba mengarahkan Aisyah. "he he... iya bu, Aisyah akan baik-baikin Ayah, baru bilang minta uang". Jawab Aisyah dengan tersenyum malu-malu. "Pasti Aisyah akan memuji Ayah, atau minimal bilang, Ayah yang baik dan tampan, Aisyah mau minta uang ....dan seterusnya.  Saya mulai memberi penjelasan. Muka Aisyah bersemu, tersenyum tambah malu-malu.  "Intinya sebelum meminta sesuatu, Aisyah akan bersikap baik kan, memuji dan menggunakan kalimat yang manis untuk mengakui kehebatan Ayah agar Ayahnya luluh dan bersedia memberi apa yang Aisyah minta. Itu jika meminta kepada Ayah, nah apalagi meminta kepada Allah" Sambung penjelasan saya. Begitulah, percapakan sederhana yang lazim kami lakukan. Yaitu antara saya beserta siswa-siswa saat kegiatan Rohis di sekolah. Saat itu saya menjelaskan b

Menjadi Lumrah

"Kamu apa kabar?" Tanyaku. "Alhamdulillah bu." Jawab Merci Seketika aku tersenyum. Aku tidak menjelaskan  arti senyumku kepada murid cantikku ini. Aku hanya melanjutkan percakapan seperti biasa. Merci, gadis keturunan yang bukan beragama Islam. Namun karena ia bergaul sehari-hari dengan temannya yang mayoritas muslim, maka kata Alhamdulillah menjadi tidak asing baginya. Kejadian seperti ini juga sering terjadi. Kata Alhamdulillah atau Bismillah seolah meluncur tanpa sengaja dari lisan murid-muridku yang non muslim. Menurutku, saat ini seolah ada pergeseran makna kata-kata itu. Alhamdulillah mungkin menjadi pengganti kata 'baik' bagi mereka. Hal ini dikarenakan mereka menebak arti melalui konteks kalimat yang biasa digunakan. Cara yang sama juga digunakan untuk memaknai  arti kata Bismillah. Mereka menganggap kata Bismillah  berarti 'mulai'. Namun apakah mereka memang tidak mengetahui arti sebenarnya dari kata-kata itu. Mungkin saja, ka