Begitulah Cerah, jarang sekali memotong cerita. Sebelum saya menjelaskan akan pertanyaannya yang mungkin muncul, seribu alasan positif sudah menunda keinginannya untuk bertanya. Cerah memilih berpikir terlebih dahulu daripada tergesa bertanya atau menghakimi. Prasangka baginya akan hilang dengan kemampuan berpikir positif.
Sosoknya sederhana, melankolis dan mudah tersentuh. Beberapa kali mendapatinya jatuh tertidur selepas shalat malamnya, membuat saya mengetahui darimana sumber prasangka baiknya. Cahaya iman terlihat terang dari setiap lisannya. Cerah tidak banyak bicara, lebih banyak mendengar dan menyimak dengan takzim. Ah, gadis yang baik.
Kabar baiknya saya seperti tertarik akan magnet pada diri Cerah. Perlahan tapi pasti, Cerah menarik saya ke dalam dunianya. Saya akan menjadi malu sendiri jika terlalu banyak bicara saat bercerita padanya. Saya akan terkenang mata sayunya jika pada kesempatan berbeda sangat ingin berprasangka. Wajah sayunya membuat saya urung untuk melanjutkan prasangka. Bahkan akhir-akhir ini, diam-diam saya shalat dua rakat sebelum adzan subuh berkumandang.
Ah Cerah, senang rasanya mengenalmu. Cerah sang gadis sholehah. Teringat akan perkataan guru mengaji saya dahulu. "Bertemannlah dengan orang-orang sholeh, maka diri kalian akan menjadi sholeh pula." Terimakasih Cerah.
#3
Komentar
Posting Komentar