"Kamu apa kabar?" Tanyaku.
"Alhamdulillah bu." Jawab Merci
Seketika aku tersenyum. Aku tidak menjelaskan arti senyumku kepada murid cantikku ini. Aku hanya melanjutkan percakapan seperti biasa.
Merci, gadis keturunan yang bukan beragama Islam. Namun karena ia bergaul sehari-hari dengan temannya yang mayoritas muslim, maka kata Alhamdulillah menjadi tidak asing baginya. Kejadian seperti ini juga sering terjadi. Kata Alhamdulillah atau Bismillah seolah meluncur tanpa sengaja dari lisan murid-muridku yang non muslim.
Menurutku, saat ini seolah ada pergeseran makna kata-kata itu. Alhamdulillah mungkin menjadi pengganti kata 'baik' bagi mereka. Hal ini dikarenakan mereka menebak arti melalui konteks kalimat yang biasa digunakan. Cara yang sama juga digunakan untuk memaknai arti kata Bismillah. Mereka menganggap kata Bismillah berarti 'mulai'. Namun apakah mereka memang tidak mengetahui arti sebenarnya dari kata-kata itu. Mungkin saja, karena memang mereka notabene bukanlah seorang muslim. Tetapi apakah hal ini juga terjadi pada murid-murid muslimku? Inilah kegelisahanku.
"Bismillah", dengan menyebut nama Allah. "Alhamdulillah", segala puji bagi Allah. Ini bukanlah hanya kata-kata sederhana, sesederhana pemikiran Merci dan murid-murid non muslimku. Jika dipahami kembali, Bismillah adalah salah satu asma Allah, bentuk pengakuan keagungan Allah, sebuah permohonan meminta berkah, dan seuntai do'a. Sedangkan Alhamdulillah adalah salah bentuk dzikir, ungkapan rasa kesyukuran dan pengakuan atas segala karunia yang telah diberikan. Bahkan makna kedua kata itu jauh lebih agung dari apa yang sanggup kita pikirkan terhadap kata-kata itu sendiri.
Namun sayangnya arti kata-kata itu seolah menguap dengan semakin lumrahnya didengar. Bukannkah ketika sesuatu itu menjadi banyak, kadang menjadi tidak diperhatikan dan tidak dipikirkan. Banyak, seringkali menjadi lumrah. Apakah ini memang benar-benar terjadi? Saat ini, barangkali kata-kata itu hanya menjadi sebuah sinonim kata saja, serupa dengan yang dipikirkan murid-murid non muslimku itu. Ah, semoga itu hanya prasangkaku saja, prasangka yang salah.
#1
Komentar
Posting Komentar