Langsung ke konten utama

Guru Adalah Sahabat Terbaik

Hari ini saat mengajar matematika, tidak sengaja saya mendengar kalimat yang menarik dari siswa kelas X. Entah bagaimana mulanya tiba-tiba pembicaraan pelajaran mengalir sampai siswa itu megeluarkan komentar bahwa "Guru SMA ini tidak garang-garang ya bu". Garang dalam bahasa daerah Bangka berarti galak atau sering marah-marah. Lanjutnya "Guru kami waktu SMP garang-garang bu".

Mendengar pernyataan itu saya tersenyum. Akhirnya saya menjelaskan tentang bagaimana pola pendidikan yang disebutkan oleh Ali bin Abi Thalib. Terdapat tiga fase pendidikan anak sesuai tahap usianya.
1. Usia 0-7 th
Pada usia anak 0-7 th anak diperlakukan sebagai seorang raja. Anak diberikan perhatian penuh. Karena pada usia ini perkembangan otak anak tumbuh sampai 70%. Ada masa keemasan anak di sini. Anak pada usia ini dapat meniru apapun. Perkembangan bahasanya melesat. Jadi baik asupan gizi, pola asuh serta teladan saat diperlukan. 

2. Usia 7-14 th
Usia ini anak harus diperlakukan ibarat tawanan perang. Disiplin terhadap aturan perlu dilaksanakan sebagai modal anak ke tahap dewasa. Rasulullah mengajarkan agar pada usia 7 th anak disuruh shalat. Apabila tidak melaksankan sholat maka pada usia 10 th boleh dipukul. Jadi tahap ini anak perlu didisiplinkan dengan memberikan punisment yang tidak melukai.  

3. Usia 14 th ke atas
Pada tahap ini anak harus diperlakukan sebagai seorang sabahat. Anka sudah mulai masuk tahap dewasa. Mereka mulai mencari jati diri. Perubahan fisik sangat mempengaruhi psikologi anak. Orangtua dan guru harus dapat menjadi sahabat baik anak yang mampu mendengarkan dan menghargai pendapat anak. Dalam pencarian jati diri anak akan mencari sosok sahabat sebagai pathner yang paling terpercaya. Disanalah orangtua dan guru harus mampu merebut kepercayaan anak dengan menjadi . Sehingga orangtua dan guru dapat mengontrol perkembangan anak. Ibarat layang-layang, orantua dapat mengontrol sejauh apa layang-layang tersebut terbang. Dan ketika memang diperlukan orangtua dapat menarik layang-layang agar tidak terbang jauh tanpa arah terbawa angin.

Jadi, demikian pula dengan pendidikan di sekolah. Siswa SMP masih berada pada fase kedua, sehingga wajar siswa mengatakan guru SMP mereka 'garang-garang'. Tentunya pengertian garang disini adalah memberikan teguran dan punishment jika mereka salah. Artinya guru SMP memang wajar bersikap seperti itu.

Begitu juga saat siswa duduk di bangku SMA. Siswa saat itu berada pada fase ketiga. Maka wajar saja jika guru SMA 'tidak garang'. Karena guru SMA paham jika anak pada fase itu harus diperlakukan sebagai sahabat. Di SMA, khususnya SMAN 1 Koba, dimana penulis bertugas. Guru dan siswa sangat akrab. Bahkan Kepala Sekolah sempat berkomentar "beda guru dahulu dengan guru sekarang, saat ini kalian (kami, guru) sangat akrab dengan siswa".

Sebulan siswa membujuk sang wali kelas untuk berfoto gaya kekinian, Kelas X IPA 1

Pernah suatu kali pada pelajaran saya, siswa izin hendak keluar kelar karena harus latihan persiapan OSN. Kalimat izinya sangat menarik. "Ibu, saya permisi latihan OSN ya, da da ibu" kalimat itu dikatakan sambil tersenyum sangat manis. Apalagi urusan curhat. Jangan heran jika siswa akan meminta waktu khusus untuk bercerita, khusus datang ke rumah untuk menyampaikan masalah, bahkan chating panjang lebar hanya untuk sekedar mengeluarkan keluh kesah. Dan itu terjaid pada saya dan hampir semua guru-guru SMA.

Perpisahan yang cantik dari kelas XII IPA 2 untuk sang wali kelas yang akan pindah tugas

Tidak ada yang pertentangan antara pola mendidik di atas dengan ilmu psikologi perkembangan anak. Jadi baik secara dasar agama ataupun ilmu mendidik ala barat, guru-guru SMA dapat dikatakan baik dalam memahami dan menerapkannya. Hal ini tampak tersirat dari komentar siswa saya tadi. "Guru-guru SMA tidak garang". Nak, marah itu pekerjaan mudah, namun kami guru memahami dan berusaha menerapkan ilmu mendidik dengan baik. Kami tidak akan sering marah. Lebih tepatnya, mampu memilih waktu dengan tepat kapan kami harus tegas sehingga terpaksa marah. Karena kami berusaha menjadi sahabat terbaik kalian. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DENAH RUANG GURU

Sebagai warga di dalam lingkungan sekolah tentu saja pasti terlibat dalam rutinitas pekerjaan sekolah. Saya sebagai seorang guru mulai hari Senin sampai dengan Jum'at   hadir dan beraktivitas di sekolah. Menjadi tokoh pembelajaran di kelas, menyelesaikan tugas-tugas administrasi di ruang guru, kadang kala bercengkraman dengan siswa di koridor kelas ataupun di perpustakaan sekolah.  Namun mengingat padatnya jadwal mengajar, maka waktu saja banyak dibelanjakan di dalam pembelajaran. Sisa waktu, biasanya saya gunakan untuk mengoreksi tugas-tugas siswa, menyelesaikan segala administrasi guru yang sedikit. Maksudnya sedkit-sedikit diminta mengumpulkan berkas :) Nah kegiatan tersebut sering saya habiskan di ruang guru. Ruang guru adalah tempat yang nyaman untuk guru. Sayangnya bagi siswa belum tentu demikian. Siswa terkadang terlihat enggan untuk datang ke ruang guru. Misalnya siswa yang berkepentingan mengumpulkan tugas biasanya hanya menitip kepada  temannya untuk dikumpulkan

Contoh Miskonsepsi

Setiap memulai tahun pelajaran baru, saya yang biasanya mengajar di kelas X beberapa kali (jika tidak ingin disebut sering) menemui cerita yang sama. Diantaranya adalah siswa yang belum hafal perkalian. Karena untuk mempercepat proses kalkulasi selain paham konsep perkalian, siswa sangat disarankan hafal perkalian. Namun beberapa siswa masih kesulitan dalam hal ini. Selain itu, masalah operasi bilangan negatif positif juga sama. Masih saja mereka kesulitan menyelesaikannya padahal sudah menginjak kelas X di SMA. Bahkan, bila saya mengulang kembali konsep operasi bilangan. Kesalaha tetap terjadi lagi. Seolah pelajaran terdahulu mereka sulit sekali dirubah. Apa yang mereka pahami pada awal mengenal konsep operasi seringkali belum benar.  Banyak faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya adalah miskonsepsi dan atau memang belum paham konsep. Saya sangat tertarik dengan faktor miskonsepsi. Karena hal ini perlu menjadi perhatian guru. Istilah yang kadang diberikan guru akan melekat e

Klinometer

Materi trigonometri sangat menarik untuk diajarkan. Salah satunya bentuk pembelajaran yang dapat dilakukan adalah penugasan membuat klinometer. Dengan keterbukaan informasi saat ini, guru dapat dengan mudah memberikan tugas membuat klinometer. Guru cukup memberikan instruksi membuat klinometer dengan sumber informasi dari internet. Guru dapat memberikan beberapa situs yang dapat dirujuk siswa dalam membuat klinometer salah satunya di wikiHow . Guru dapat membebaskan siswa memilih untuk membuat klinometer dengan jenis tertentu. Biasanya dalam satu kelas, siswa akan membuat klinometer sebanyak tiga jenis. Beikut ini adalah contoh klinometer yang dibuat oleh siswa kelas X IPA 1 SMA Negeri 1 Koba. Model 1 Klinometer Model 1  Kelebihan   : pengamat dapat melakukan pengukuran seorang diri. Kekurangan: memerlukan penyangga atau  tempat meletakkan klinometer saat digunakan Model 2 Klinometer Model 2 Klinometer model 2 ini adalah klinometer yang paling banyak dibuat oleh