Langsung ke konten utama

Denyut MGMP Kami

Hari ini adalah petemuan ketiga MGMP. Saat akan berangkat ke sekolah tempat kegiatan, langit menunjukkan awan gelap. Hampir menyurutkan langkah. Jarak rumah peserta MGMP ke tempat acara antara 20-60 km. Ditempuh dengan kendaraan pribadi, lebih banyaknya roda dua. Jangan harap kendaraan umum. Sangat sulit. Bahkan di beberapa desa, hanya terdapat satu bus sebagai angkutan umum. Ada yang dengan durasi tiga jam sekali baru berangkat. Itu juga tidak pasti.

Salah satu alasan mengapa MGMP kami mati suri adalah alasan mobilitas tersebut. Selain juga karena aktivitas lain dihari sabtu. Kabupaten Bangka Tengah sudah hampir tiga tahun menerapkan pola lima hari efektif belajar untuk jenjang SMP dan SMA sederajat. Aturan ini membuka tempat hari Sabtu sebagai hari guru belajar, yaitu hari MGMP. Dengan alasan ini, maka kami seolah tanpa libur. Senin-Jum'at mulai pukul 07.00-16.00 WIB. Lalu Sabtu  MGMP, ditambah pelajaran tambahan untuk mata pelajaran UN.

Alasan-alasan inilah yang menyurutkan langkah untuk memenuhi agenda MGMP. Meskipun ada pula yang memang memiliki pekerjaan sampingan lain yang tidak bisa ditinggalkan, atau alasan lainnya selain yang telah disebutkan. 

Memang disatu sisi, rasa malas dan lelah itu tentu ada. Namun loyalitas akan kebijakan, dan keinginan belajar tetap masih ada. MGMP masih terus diusahakan berjalan. Saving sisa dana bantuan tahun-tahun sebelumnya diatur dengan efisien agar dapat meneruskan denyut MGMP. Rata-rata peserta yang hadir  dalam setiap pertemuan MGMP, berkisar antara 5 sampai 7 orang  dari total 18 anggotanya. 

Tahun ini MGMP  kami tetap berusaha mengajukan proposal dana bantuan blogrant dari Direktorat. Program yang kami ajukan dalam proposal sudah sangat rapi, disusun sesuai kebutuhan kami. Dihari batas pengumpulan proposal terakhir, ada saja cara agar proposal selesai dan mendapat tanda tangan Kepala Dinas Pendidikan. Berita baik pun hadir dengan kabar diterimanya proposal yang diajukan. Dengan semangat guru pembelajar sang ketua MGMP mengikuti pembekalan di Jakarta. Namun sayang, sesampai di sana semua program MGMP disamaratakan. Yaitu menjadi program Diklat Guru Pembelajar. 

Keharusan perubahan proposal ini diikuti dengan kerutan dahi. Aturan demi aturan membentur sana-sini. Peserta Diklat GP harus 40 peserta, dapat dari mana? Terpaksa semua digabungkan. MGMP Matematika SMA/MA, MGMP Matematika SMK, bahkan MGMP Biologi. Berapa sih guru di daerah? Pertanyaan ini tidak perlu dijawab. Dan yang paling menyedihkan lagi, setiap pertemuan peserta hanya mendapat uang transport 10 ribu rupiah. Program ini akan berjalan untuk 11 kali pertemuan. Kening sang ketua MGMP berkerut tambah parah. Ini Bangka bung? Biaya hidup mahal. Sudah dijelaskan pula berapa jarak rumah peserta ke tempat acara. Uang bukan segalanya, toh kami tetap menjalankannya. Namun apakah itu realistis? 

Seperti hari ini, di tengah perjalanan hujan turun dengan lebatnya. Dapat dipastikan yang berkendara roda dua sudah beberapa kali singgah untuk berteduh. Dengan geografis daerah, mana mungkin tidak basah. Pada beberapa desa, lebih panjang hutannya dibanding desanya. Itulah rute yang harus dilalui. 

Baru satu kilometer perjalanan saya disambut rintik. Tipe hujan di sini, selagi masih rintik kebut saja, awan sangat cepat. Seringnya di sini hujan, di sana benderang. Tujuh kilometer terlalui dengan gerimis. Tepat di depan mata putih sejauh pandang, alamat hujan deras di hadapan. Hutan di depan akan terhampar sejauh tujuh kilometer, tak ada tempat berteduh. Maka, saya memutuskan menunggu dimasjis terdekat. Entah sudah beberapa kali saya singgah di masjid tersebut kala hujan seperti ini.

Sudah satu jam lebih menunggu hujan belum berhenti. Putih masih sejauh pandang. Kembali duduk menanti. Tak perlu pegang gadget, tidak ada sinyal internet di sini. Provider paling populer juga adanya simbol E  dilayar sambil kembang kempis. Menunggu.

Menunggu Hujan di Masjid Desa Terentang


Alhasil telat hampir satu setengah jam. Itu juga dengan merobos hujan kembali. Acara sudah dimulai. Benar saja hampir semua teman terlambat, berbeda waktu saja. Bahkan setelah saya masih ada yang hadir dengan basah. Rupanya acara sudah masuk ke materi kedua. Pertama tentang PKG dan kedua terkait SKP. FYI, selama materi umum, kegiatan MGMP kami bergabung dengan MGMP Fisika SMA yang juga mendapatkan bantuan dana blogrant. MGMP Fisika SMA mengandeng MGMP Fisika SMK. MGMP Kimia SMA, serta MGMP Kimia SMK demi memenuhi syarat 40 peserta. Nah, dari hampir 80 peserta undangan, hari ini yang hadir kurang dari 40 peserta. Lumayanlah.

Paparan Materi SKP dari Staf Dinas Pendidikan Bagian Analisis Kurikulum

Ini kehadiran pertama saya  untuk realisasi program bantuan dana blogrant ini. Dua pertemuan sebelumnya saya absen karena diklat. Dua pertemuan lalu masih menyangkut materi umum. Pertemuan pekan depan baru masuk program GP. 

Selalu ada yang menarik ketika berbicara PKG dan SKP. Saya sudah khatam membaca buku 4 dan 5 tentang PKB.  Permen No. 16 Tahun 2009 juga sudah dibaca. Namun sampai saat ini saya masih memiliki banyak pertanyaan. Beberapa diantaranya saya tanyakan dalam pertemuan hari ini.

Dokumentasi ini Bukti Fisik Kehadiran Saya :)
Pertanyaan saya ada empat, saat itu. Saya sederhanakan sebagai berikut. Pertama, kepenulisan buku lebih dari empat orang berapa angkat kredit (AK)nya? Kedua, Proseding masuk ke dalam publikasi ilmiah bagian mana dan berapa AKnya? Ketiga, keangggotaan organisasi profesi lainnya seperti IGI dan APMI, bukti fisiknya apakah cukup kartu anggota saja? Keempat, Bagian piagam penghargaan, jika memiliki piagam penghargaan akan keikutsertaan kegiatan tingkat nasional (tidak juara/finalis) apakah termasuk dalam perhitungan AK?
Mohon maaf kali ini tulisan akan cukup panjang :) Karena jawaban dari narasumber cukup mengejutkan saya.
1. Buku untuk lebih dari lima penulis tidak ada AKnya
2. Beliau belum mengetahui istilah Proseding, nanti ditanyakan kembali.
3. Beliau juga hanya mengetahui PGRI. Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan APMI (Asosiasi Pendidik Matematika Indonesia) belum pernah didengar beliau. Bahkan beliau menambahkan keterangan organiasi profesi  resmi yang boleh. oh IGI gaungmu belum sampai sini :)
4. Piagam penghargaan yang dihitung AKnya hanya yang diberikan oleh Presiden.
Jadi piagam menjadi pengirim karya sekelas simposium nasional 2015 yang ditandatangi Bapak Anies Baswedan tidak laku. Piagam penghargaan sekelas menjadi participant essay writing contest dari SEAMEO juga jadi kertas buram saja. Dan piagam lainnya apalagi daya. Eh piagam jika juara dan bukan dari presiden bagaimana pula? Bupati, Gubernur, Kepala Dinas misalnya? Gelap.

Meski tidak plong, tapi saya malas berdebat. Sebenarnya saya akan lega jika jawaban tersebut ada dasarnya, peraturan apa, penjelasan di buku mana, bukan berdasar keterangan Bapak A. Tapi, cukup saja. Teryata air muka saya bisa dibaca, narasumber mengatakan siap untuk diajak diskusi lebih lanjut. 

Kenyataan ini tidak aneh. Guru-guru kami dibalik kecerdasannya, saya mengatakan ini ada dasarnya. Nilai UKG guru Babel tahun 2015 di atas rata-rata nasional dan menjadi peringkat keenam se-Indonesia. Saya ulangi, dibalik kecerdasannya, guru kami miskin informasi. Kebanyakan guru-guru kami biasa belajar mandiri menghitung AKnya tanpa sosialisasi bagaimana PKG dan SKP dan peraturannya. Ilmu kirologi selalu kami pakai berkat membaca seadanya demi mengisi DUPAK ataupun SKP. Kami memang butuh diskusi yang lebih banyak. 

Berkat bantuan dana blocgrant ini, minimal kami dapat mengadakan kegiatan yang memang kami butuhkan. Hal ini terlihat dari banyaknya pertanyaan-pertanyaan dalam forum hari ini membuat acara molor hampir satu jam. Rasa ingin tahu guru kami sangat tinggi. Jadi meskipun MGMP kami mati suri selama ini, namun denyut MGMP kami masih cukup kencang untuk bertahan dan bangkit memperbaiki diri. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

DENAH RUANG GURU

Sebagai warga di dalam lingkungan sekolah tentu saja pasti terlibat dalam rutinitas pekerjaan sekolah. Saya sebagai seorang guru mulai hari Senin sampai dengan Jum'at   hadir dan beraktivitas di sekolah. Menjadi tokoh pembelajaran di kelas, menyelesaikan tugas-tugas administrasi di ruang guru, kadang kala bercengkraman dengan siswa di koridor kelas ataupun di perpustakaan sekolah.  Namun mengingat padatnya jadwal mengajar, maka waktu saja banyak dibelanjakan di dalam pembelajaran. Sisa waktu, biasanya saya gunakan untuk mengoreksi tugas-tugas siswa, menyelesaikan segala administrasi guru yang sedikit. Maksudnya sedkit-sedikit diminta mengumpulkan berkas :) Nah kegiatan tersebut sering saya habiskan di ruang guru. Ruang guru adalah tempat yang nyaman untuk guru. Sayangnya bagi siswa belum tentu demikian. Siswa terkadang terlihat enggan untuk datang ke ruang guru. Misalnya siswa yang berkepentingan mengumpulkan tugas biasanya hanya menitip kepada  temannya untuk dikumpulkan

Contoh Miskonsepsi

Setiap memulai tahun pelajaran baru, saya yang biasanya mengajar di kelas X beberapa kali (jika tidak ingin disebut sering) menemui cerita yang sama. Diantaranya adalah siswa yang belum hafal perkalian. Karena untuk mempercepat proses kalkulasi selain paham konsep perkalian, siswa sangat disarankan hafal perkalian. Namun beberapa siswa masih kesulitan dalam hal ini. Selain itu, masalah operasi bilangan negatif positif juga sama. Masih saja mereka kesulitan menyelesaikannya padahal sudah menginjak kelas X di SMA. Bahkan, bila saya mengulang kembali konsep operasi bilangan. Kesalaha tetap terjadi lagi. Seolah pelajaran terdahulu mereka sulit sekali dirubah. Apa yang mereka pahami pada awal mengenal konsep operasi seringkali belum benar.  Banyak faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya adalah miskonsepsi dan atau memang belum paham konsep. Saya sangat tertarik dengan faktor miskonsepsi. Karena hal ini perlu menjadi perhatian guru. Istilah yang kadang diberikan guru akan melekat e

Klinometer

Materi trigonometri sangat menarik untuk diajarkan. Salah satunya bentuk pembelajaran yang dapat dilakukan adalah penugasan membuat klinometer. Dengan keterbukaan informasi saat ini, guru dapat dengan mudah memberikan tugas membuat klinometer. Guru cukup memberikan instruksi membuat klinometer dengan sumber informasi dari internet. Guru dapat memberikan beberapa situs yang dapat dirujuk siswa dalam membuat klinometer salah satunya di wikiHow . Guru dapat membebaskan siswa memilih untuk membuat klinometer dengan jenis tertentu. Biasanya dalam satu kelas, siswa akan membuat klinometer sebanyak tiga jenis. Beikut ini adalah contoh klinometer yang dibuat oleh siswa kelas X IPA 1 SMA Negeri 1 Koba. Model 1 Klinometer Model 1  Kelebihan   : pengamat dapat melakukan pengukuran seorang diri. Kekurangan: memerlukan penyangga atau  tempat meletakkan klinometer saat digunakan Model 2 Klinometer Model 2 Klinometer model 2 ini adalah klinometer yang paling banyak dibuat oleh