Langsung ke konten utama

Guru Matematika Bisa Menulis

Menulis, kata itu terasa sangat menakutkan awalnya. Pertama kali saya menulis berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang tanpa kabar. Dulu, kisaran tahun 2007 saya pernah mengikuti diklat di LPMP. Saat itu masih teramat lugu. Sebelum penutupan diklat panitia membagikan selembar brosur lomba "Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran (KGP)". 
Brosurnya sangat menarik. Terdapat foto guru-guru yang berkumpul disebuah stadion atau aula besar dengan menggunakan baju batik yang sama. Saya pikir pasti mereka adalah guru-guru hebat dari seluruh Indonesia. Berkumpul bersama, bercerita pengalaman mengajar dari belahan bumi Indonesia sungguh sangat luar biasa. Timbul motivasi kuat dalam diri saya untuk mengikuti lomba tersebut. Saya ingin berkumpul bersama guru-guru hebat dari nusantara dan belajar dari mereka.

Sepulang dari kegiatan tersebutlah saya membeli sebuah buku tentang PTK. Buku itulah modal awal saya menulis PTK. Jika dikenang dan dibaca ulang, saya sangat malu dengan PTK itu, sangat kacau. Nah, meskipun setelah saya mengirim berkas lomba berupa naskah PTK. Ternyata hasilnya tanpa kabar. Tapi intinya saya gagal sebagai finalis lomba itu. Kecewa, tentu saja. Namun minimal saya sudah berusaha.

Ternyata cerita PTK itu tidak selesai begitu saja. Tahun 2008, saya mendapat kesempatan diklat Karya Tulis Ilmiah (KTI). Di acara itu saya bertemu fasilitator yang menjadi juri kegiatan lomba KGP. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, saya langsung berkonsultasi dengan beliau. Kebetulan saat itu saya membawa salinan PTK itu.

Sejenak fasilitator mencermati PTK saya. Kemudia beliau berkomentar,
"Ibu pasti guru matematika ya?" tanya beliau
"Iya pak, bagaimana bapak bisa tahu?" saya balik bertanya dengan penasaran.
"Tentu saja saya tahu, dalam PTK ini, Ibu tidak bisa menarasikan data, biasanya guru matematika yang kesulitan dalam hal tersebut" jelas sang fasilitator.

Dialog singkat itulah menjadi titik balik saya dalam menulis. Saya guru matematika memang mengakui sangat kesulitan dalam kecerdasan verbal. Jika bisa dipersingkat mengapa harus dijelaskan panjang lebar. Saya berpikir, data sudah dapat berbicara sendiri. Lalu, untuk apa dijelaskan. Namun ternyata saya tidak bisa menyamakan pikiran pemilik kecerdasan logis matematis dengan pemilik kecerdasan lain. Saya harus dapat menjelaskannya dalam narasi.

Sejak itulah sedikit demi sedikit saya mulai merangkai kata. Sedikit-dikit berbicara dengan teratur. Kunci menulis adalah membaca. Saya pun mulai menambah daftar bacaan, meskipun saya sebenarnya tidak suka membaca. Akhirnya perlahan-lahan saya mulai menulis dengan lebih baik. Beberapa kegiatan kepenulisan saya coba ikuti. Sampai saat ini kadang saya tidak percaya jika saya  mulai dapat menulis. Meskipun tulisan-tulisan saya masih sangat sederhana. Setidaknya saya sudah berani menulis. 

Beberapa artikel sudah pernah dipublikasikan di media-media lokal provinsi. Saya sangat terkejut ketika teman-teman saya ternyata membaca artikel itu. Saya senang karena  dapat menyampaikan apa yang saya pikirkan kepada mereka dengan teratur dan ilmiah. Bahkan, jika lama saya tidak menulis, beberapa dari mereka akan bertanya. Semoga saya tetap dapat meluruskan niat jika semuanya adalah proses belajar dan semoga dapat memberi kemanfaatan. Itu saja. Beberapa tulisan itu dapat dilihat pada link Tulisan pada Laman Lain.

Salah Satu Artikel Opini pada Koran Bangka Pos, 16 Mei 2017


Bukan hanya yang berbau ilmiah, saya juga sering (lebih banyak) membuat tulisan di sosial media. Pada akun facebook saya memanfaatkan fitur catatan. Setidaknya menjadi ajang curhat yang lebih soft ^^. Terdapat pula tulisan diTumblr, isinya tong sampah. Keluh kesah remah rempeyek perasaan. Di Instagram, memanfaatkan tulisan caption. Intinya menulis lebih panjang. Twitter, agak jarang ngetwit. Tapi tetap, menjadi ajang berpuitis ria.

Alhasil, beberapa tahun terakhir saya lebih banyak dikira guru Bahasa Indonesia. Alasannya sederhana, karena saya sering menggunakan DP Buku di akun sosial media, lalu sering membuat tulisan dan catatan. pernah pula menjadi MC atau moderator kegiatan. Bukan karena ahli atau mampu, cuma saya terkadang hanya ingin bergerak kemana saya suka tanpa berpikir panjang. Bagi saya asal berani mengalahkan rasa khawatir dan mau belajar maka semua akan terlewati.

Saya menikmati setiap proses menulis. Termasuk blog ini, yang saya niatkan serius dijaga dan dirawat dengan konsisten menulis. Tulisan ini pula, bulan ini saya belum mengeposkan tulisan. Cukup ini saja. Menulis itu adalah kemampuan yang bisa dipelajari siapa saja. Bahkan seorang guru matematika. 







Komentar

Postingan populer dari blog ini

DENAH RUANG GURU

Sebagai warga di dalam lingkungan sekolah tentu saja pasti terlibat dalam rutinitas pekerjaan sekolah. Saya sebagai seorang guru mulai hari Senin sampai dengan Jum'at   hadir dan beraktivitas di sekolah. Menjadi tokoh pembelajaran di kelas, menyelesaikan tugas-tugas administrasi di ruang guru, kadang kala bercengkraman dengan siswa di koridor kelas ataupun di perpustakaan sekolah.  Namun mengingat padatnya jadwal mengajar, maka waktu saja banyak dibelanjakan di dalam pembelajaran. Sisa waktu, biasanya saya gunakan untuk mengoreksi tugas-tugas siswa, menyelesaikan segala administrasi guru yang sedikit. Maksudnya sedkit-sedikit diminta mengumpulkan berkas :) Nah kegiatan tersebut sering saya habiskan di ruang guru. Ruang guru adalah tempat yang nyaman untuk guru. Sayangnya bagi siswa belum tentu demikian. Siswa terkadang terlihat enggan untuk datang ke ruang guru. Misalnya siswa yang berkepentingan mengumpulkan tugas biasanya hanya menitip kepada  temannya untuk dikumpulkan

Contoh Miskonsepsi

Setiap memulai tahun pelajaran baru, saya yang biasanya mengajar di kelas X beberapa kali (jika tidak ingin disebut sering) menemui cerita yang sama. Diantaranya adalah siswa yang belum hafal perkalian. Karena untuk mempercepat proses kalkulasi selain paham konsep perkalian, siswa sangat disarankan hafal perkalian. Namun beberapa siswa masih kesulitan dalam hal ini. Selain itu, masalah operasi bilangan negatif positif juga sama. Masih saja mereka kesulitan menyelesaikannya padahal sudah menginjak kelas X di SMA. Bahkan, bila saya mengulang kembali konsep operasi bilangan. Kesalaha tetap terjadi lagi. Seolah pelajaran terdahulu mereka sulit sekali dirubah. Apa yang mereka pahami pada awal mengenal konsep operasi seringkali belum benar.  Banyak faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya adalah miskonsepsi dan atau memang belum paham konsep. Saya sangat tertarik dengan faktor miskonsepsi. Karena hal ini perlu menjadi perhatian guru. Istilah yang kadang diberikan guru akan melekat e

Klinometer

Materi trigonometri sangat menarik untuk diajarkan. Salah satunya bentuk pembelajaran yang dapat dilakukan adalah penugasan membuat klinometer. Dengan keterbukaan informasi saat ini, guru dapat dengan mudah memberikan tugas membuat klinometer. Guru cukup memberikan instruksi membuat klinometer dengan sumber informasi dari internet. Guru dapat memberikan beberapa situs yang dapat dirujuk siswa dalam membuat klinometer salah satunya di wikiHow . Guru dapat membebaskan siswa memilih untuk membuat klinometer dengan jenis tertentu. Biasanya dalam satu kelas, siswa akan membuat klinometer sebanyak tiga jenis. Beikut ini adalah contoh klinometer yang dibuat oleh siswa kelas X IPA 1 SMA Negeri 1 Koba. Model 1 Klinometer Model 1  Kelebihan   : pengamat dapat melakukan pengukuran seorang diri. Kekurangan: memerlukan penyangga atau  tempat meletakkan klinometer saat digunakan Model 2 Klinometer Model 2 Klinometer model 2 ini adalah klinometer yang paling banyak dibuat oleh