Siapa yang tidak suka kisah? Setiap siswa tentu menyukai kisah. Berdasarkan pengalaman, biasanya ketika guru menginformasikan akan bercerita, maka siswa terlihat senang dan mempersilahkan. Jangan aneh nantinya, jika pada pertemuan berikutnya siswa malah menagih kisah dari gurunya seperti sebelumnya.
Label kisah ini merupakan kumpulan cerita hikmah untuk mengembangkan ranah afektif siswa. Lima menit terakhir dalam pembelajaran dapat digunakan guru untuk memberikan kisah-kisah yang mendidik. Kisah memberikan pembelajaran dan nasehat tanpa terkesan digurui. Setelah menyampaikan kisah, guru tidak perlu langsung memberi tahu hikmah apa yang terkandung di dalam cerita. Guru dapat meminta siswa memberikan pendapatnya tentang kisah yang baru saja didengarnya. Menarik bukan, selamat mencoba.
Berikut ini adalah kisah seorang alim dengan pemilik perahu yang mengajarkan kita untuk bersikap rendah hati.
Kisah Sang Alim
dan Sang Pendayung Perahu
Suatu masa ada seorang alim yang
sangat terkenal. Pada suatu hari, sang alim itu membutuhkan jasa angkutan
perahu untuk menyeberangi sungai. Kebetulan, pada hari itu ia mendapatkan
perahu yang begitu kusam dan tua. Perahu itu milik seseorang berpakaian lusush
dan miskin. Namun, sang alim tidak
menemukan perahu lainya, hanya perahu tersebut yang ada dan ia harus
menaikinya.
Saat itu ia merasa risih dan
sibuk membersihkan tempat duduk agar tidak mengotori pakaiannya. Tak disangka,
perahu bergoyang-goyang sehingga sang alim terlihat akan jatuh. Spontan, sang
pendayung pemilik perahu itu segera mengulurkan tangannya. Sang alim rupanya
bersikap sombong. Ia tidak mau memegang tangan sang pendayung perahu karena
kotor dan bengkak-bengkak.
Selama perjalanan, sang alim
terus menggerutu, mengeluhkan kondisi perahu.
“Sungguh jelek sekali perahu ini.
Busuk, kotor, dan sama sekali tidak dirawat. Semoga kita bisa selamat sampai ke
seberang!”
Sang pendayung perahu miskin itu
tidak menjawab apa-apa meski di dalam hati ia sangat merasa sakit.
“Apakah seumur hidup kamu pernah
bersekolah, belajar ilmu?”
“Sayang sekali belum pernah, Tuan. Saya sangat miskin
sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk sekolah. Satu-satunya ilmu yang saya
ketahui hanya mendayung perahu seperti ini untuk mendapatkan rezeki yang
halal.”
“Ah, katakan saja bahwa hidupmu
telah terbuang sia-sia kerena menjadi orang bodoh.”
Tiba-tiba cuaca menjadi mendung.
Ombak dan riak di sungai menjadi kencang dan tinggi, mengombang-ngambingkan
perahu. Saat itu, kesempatan bertanya jatuh pada sang pedayung perahu.
“Tuan, apakah Anda bisa
berenang?”
Sang alim kali ini merasa
ketakutan dengan terjangan ombak yang siap merenggut nyawanya.
“Oh, tidak saudaraku pendayung
perahu, saya tidak bisa berenang.”
“Ah, hidup Anda akan habis
percuma karena sebentar lagi perahu akan tenggelam.”
Dalam kisah ini. Salah satu ilmu
yang tidak diketahui sang alim adalah ilmu rendah hati.
Sumber:
Novel Maryam karya Sibel Eraslan
Komentar
Posting Komentar